Close up image of a stack of newspapers

On film: rogue Indonesian cop’s illegal logging operation

Government of Indonesia urged to take action

.

.

LONDON: A video of illegal logging operations in the ecologically outstanding Raja Ampat Islands of West Papua has today been released by environmentalists following the arrest of rogue Indonesian cop-turned-smuggler Labora Sitorus, who financed and coordinated timber theft on a huge scale.

Filmed near the northern coast of Batanta Island in April 2009 by the London-based Environmental Investigation Agency (EIA), the footage documents loggers illegally felling trees without relevant Government approvals, before sawing them into planks and posts to await collection by boats at the beach.

The loggers told EIA investigators their operation was illegal but that it exclusively supplied Labora Sitorus, who they knew to be a policeman. The loggers also admitted they had been running nine chainsaws across multiple sites around the western tip of Batanta for at least 18 months, indicating Sitorus’ involvement in illegal timber had been going on since at least 2007.

With each chainsaw producing about 1.5m­3 of sawn timber a day, the gang featured in the film was likely supplying Sitorus’ business with at least 4,000m3 of timber a year.  Loggers also trapped rare bird species for subsequent sale.

Sitorus’ recent arrest followed a report to the Papua police from the Indonesia Financial Transaction Reports and Analysis Center (PPATK) that more than US$150m had passed through bank accounts linked to his businesses in the past five years.

The money laundering report followed the May 2013 seizure of 2,264m3 of valuable illegal merbau wood in 115 containers in Surabaya, East Java, Indonesia’s biggest timber trade hub; all were supplied by Sitorus’ family timber company, PT Rotua. A further 1,500 merbau logs have also been seized in Papua, and Batanta island has been named as a major source of Sitorus’ illicit timber.

EIA is aware that environmental activists engaged in Government-recognised independent monitoring of Indonesia’s timber trade have been passing information to authorities regarding Sitorus’ activities for some time, leading to the timber seizures and the PPATK probe.

The timing of the case is interesting. Indonesia is currently rolling out a long-awaited but potentially revolutionary timber traceability scheme in an effort to assure international markets it has a handle on rampant illegal logging.

The Timber Legality Verification System (SVLK) aims to ensure Indonesia can supply markets that have prohibited illegal timber, including the EU, US, and Australia. The SVLK became mandatory for exporters in January 2013, and the EU Timber Regulation came into force in March 2013.

EIA Forests Campaign head Faith Doherty said: “It is imperative that Indonesia now properly investigates and prosecutes this case, including all the actors in the timber chain downstream from Sitorus and any protectors in the police or other authorities who have allowed his crimes to go unpunished for so long.”

The bulk of Sitorus’ timber seized in Surabaya was destined for China, although EIA has seen official trade data showing that known buyers of merbau from Sitorus’ company have subsequently shipped tens of millions of dollars worth of merbau to buyers in Europe, Australia and the US in recent years.

Doherty added: “Long-term police involvement in major illegal logging and export-oriented timber trade is of great concern to EU importers of Indonesian wood products, and no doubt to the EU itself which has been very supportive of Indonesia in the development of the SVLK.“

Doherty has been directly involved in the development of the SVLK with Indonesian civil society organisations since its inception.

“Just as the EU Timber Regulation comes into force, the Sitorus case makes it difficult to believe all is well in Indonesia’s timber trade,” she said. “It is imperative Indonesia protects the reputational gains the SVLK is bringing it by showing the world it can successfully prosecute this blatant case of police corruption.”

Papua’s merbau wood has been particularly targeted by illegal loggers and EIA has exposed numerous smuggling syndicates since 2005. However, the failure of a previous major case of police involvement in illegal logging – that of Marthen Renouw, also in the Sorong region of Papua, in 2006 – raises credible concerns that Sitorus may get off lightly in Indonesia’s notoriously corrupt judicial system, despite a Presidential Decree mandating various Government ministries to coordinate the prosecution of timber crimes in Papua.

Last week the head of PPATK confirmed he had identified transactions from Sitorus’ accounts to senior police officials.

EIA’s Doherty also stressed the need for the Government to ensure the security of formally sanctioned, independent timber trade monitors and whistleblowers, some of whom have received threats since the Sitorus case became public.

 

Interviews, images and video footage are available on request: please contact Faith Doherty at faithdoherty@eia-international.org or Jago Wadley at jagowadley@eia-international.org; telephone 020 7354 7960.

 

EDITORS’ NOTES

1. The Environmental Investigation Agency (EIA) investigates and campaigns against environmental crime and abuses.

 

Environmental Investigation Agency
62-63 Upper Street
London N1 0NY
UK
www.eia-international.org
Tel: +44 207 354 7960

ends

 

TERTANGKAP KAMERA: OPERASI ILLEGAL LOGGING OKNUM POLISI INDONESIA

PEMERINTAH INDONESIA HARUS SEGERA BERTINDAK

LONDON: Hari ini sebuah video operasi illegal logging di daerah yang terkenal dengan kekayaan alamnya, Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat telah dirilis oleh kelompok aktivis lingkungan. Hal ini menyusul penahanan Labora Sitorus, oknum polisi yang ternyata juga seorang penyelundup, yang mendanai dan mengatur pencurian kayu dalam skala besar.

Direkam di dekat pantai utara Pulau Batanta pada April 2009 lalu oleh Environmental Investigation Agency (EIA) yang berbasis di London, video ini mendokumentasikan para pembalak yang menebang pohon secara ilegal tanpa adanya izin terkait dari pemerintah, dan kemudian menggergaji kayu tersebut menjadi papan, hingga akhirnya menunggu penjemputan oleh kapal di pantai.

Para pembalak memberitahu pada investigator EIA bahwa kegiatan mereka ilegal namun secara khusus mensuplai Labora Sitorus, yang mereka ketahui adalah seorang polisi. Para pembalak juga mengakui bahwa mereka telah mengoperasikan sembilan gergaji/chainsaw di beberapa tempat di bagian ujung barat Batanta selama setidaknya 18 bulan, mengindikasikan adanya keterlibatan Sitorus dalam penyelundupan kayu ilegal telah berlangsung setidaknya sejak 2007.

Setiap gergaji/chainsaw mampu memproduksi sekitar 1,5m3 kayu gergajian setiap harinya. Kelompok yang ada dalam rekaman video ini mensuplai bisnis Sitorus setidaknya 4,000m3 kayu setiap tahunnya. Selain itu para pembalak juga menangkap spesies burung yang langka untuk kemudian dijual.

Penangkapan Labora Sitorus baru-baru ini menyusul laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada kepolisian Papua bahwa terdapat lebih dari 1,5 triliun rupiah yang telah mengalir melalui rekening bank yang terkait dengan bisnisnya selama 5 tahun terakhir.

Laporan pencucian uang ini juga mengikuti peristiwa penyitaan pada Mei 2013, sejumlah 2,264m3kayu merbau dalam 115 kontainer di Surabaya, Jawa Timur,  pusat perdagangan kayu terbesar di Indonesia. Semua disuplai oleh perusahaan kayu milik keluarga Labora Sitorus, PT Rotua. Selanjutnya 1.500m3  kayu merbau juga telah disita di Papua dimana  Pulau Batanta telah disebut sebagai sumber utama kayu ilegal untuk Labora Sitorus.

EIA mengetahui bahwa aktivis lingkungan terlibat dalam pemantauan independen perdagangan kayu yang diakui oleh Pemerintah Indonesia, dan telah menyampaikan informasi pada pihak berwajib mengenai kegiatan Sitorus hingga akhirnya memicu penyitaan kayu dan penyelidikan PPATK.

Kasus ini muncul pada waktu dan momen yang menarik. Indonesia saat ini sedang menggelar skema untuk pelacakan kayu yang revolusioner dan telah lama ditunggu-tunggu. Ini adalah usaha untuk membuktikan pada pasar internasional bahwa Indonesia mengatasi illegal logging yang merajalela.

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bertujuan untuk memastikan Indonesia dapat mensuplai pasar yang melarang penggunaan kayu ilegal termasuk Uni Eropa, Amerika Serikat dan Australia. SVLK menjadi hal yang wajib untuk para eksportir pada Januari 2013 dan regulasi kayu Uni Eropa atau EU Timber Regulation (EUTR) juga mulai berlaku pada Maret 2013.

Kepala Kampanye Hutan EIA, Faith Doherty mengatakan: “Sangat penting bagi Indonesia untuk benar-benar menyelidiki dan mengadili kasus ini, termasuk semua pelaku pada rantai perdagangan kayu dari Sitorus dan semua ‘pelindung’ di kepolisian atau pihak berwenang lainnya yang telah memungkinkan tindak kejahatan ini tidak tersentuh hukum hingga sekian lama.”

Sebagian besar kayu sitaan milik Sitorus di Surabaya ditujukan ke China, meskipun EIA telah melihat data perdagangan resmi yang menunjukkan bahwa pembeli kayu merbau dari perusahaan Sitorus telah mengirimkan merbau senilai puluhan juta dolar pada pembeli di Eropa, Australia dan Amerika Serikat selama beberapa tahun terakhir.

Faith Doherty menambahkan: “Keterlibatan pihak kepolisian selama ini  pada illegal logging dan perdagangan ekspor kayu dalam skala besar menjadi perhatian khusus bagi importir produk kayu Indonesia dari Uni Eropa. Juga sudah tidak diragukan lagi bahwa Uni Eropa sendiri telah mendukung Indonesia dalam pengembangan SVLK.”

Faith telah terlibat secara langsung dalam perkembangan SVLK dengan organisasi di Indonesia bahkan sejak awal lahirnya skema ini.

“Justru pada saat regulasi kayu Uni Eropa (EUTR) mulai berlaku, kasus Sitorus membuat sulit untuk dipercaya bahwa perdagangan kayu di Indonesia berjalan baik-baik saja,” katanya. “Sangat penting bagi Indonesia untuk melindungi reputasi yang telah diperoleh dari SVLK dengan menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia mampu menindak dan mengadili kasus korupsi oknum polisi yang terang-terangan ini.”

Kayu merbau Papua telah menjadi target oleh para pelaku illegal logging dan EIA telah mengekspos sejumlah sindikat sejak 2005. Namun kegagalan beberapa kasus besar sebelumnya yang menunjukkan adanya keterlibatan polisi dalam illegal logging – kasus Marthen Renouw di Sorong, Papua pada 2006 – telah memunculkan kekhawatiran bahwa Sitorus akan dengan mudah lolos dari sistem pengadilan yang korup meski Instruksi Presiden telah memandatkan beberapa kementerian untuk berkoordinasi menindak kejahatan kayu di Papua.

Minggu lalu kepala PPATK mengkonfirmasi telah mengidentifikasi transaksi dari rekening Sitorus pada pejabat senior kepolisian.

Faith juga menekankan adanya kebutuhan bagi pemerintah Indonesia untuk menjamin keamanan secara resmi bagi pemantau independen perdagangan kayu dan pelapor, beberapa pihak telah menerima ancaman sejak kasus Sitorus terekspos.

 

Wawancara, foto dan video tersedia berdasarkan permintaan: silahkan kontak Faith Doherty melalui faithdoherty@eia-international.org atau Jago Wadley melalui jagowadley@eia-international.org ; Telepon: +44 207 354 7960

 

CATATAN EDITOR

  1. Environmental Investigation Agency (EIA) merupakan Organisasi Non-Pemerintah yang berbasis di Inggris dan yayasan amal (dengan nomor registri amal 1145359) yang menginvestigasi dan mengkampanyekan perlawanan terhadap berbagai kejahatan lingkungan, termasuk perdangan satwa ilegal, illegal logging, limbah beracun dan perdagangan dalam iklim dan zat kimia yang megubah ozon.

Environmental Investigation Agency
62-63 Upper Street
London N1 0NY
UK
www.eia-international.org
Tel: +44 207 354 7960

 

selesai