DONATE
Close up image of a stack of newspapers

Illegal oil palm undermines Indonesia’s timber reforms

Illegal oil palm and impunity still undermining Indonesia’s flagship timber reforms

BOGOR: Timber logged illegally in and around a rogue oil palm plantation is being certified legal under Indonesia’s flagship timber certification system despite repeated NGO reports to police, forestry enforcement officials and certification professionals, a new report reveals.

The report Still Permitting Crime, published today by Indonesia’s Independent Forest Monitoring Network (JPIK) and the UK-based Environmental Investigation Agency (EIA), exposes continued and renewed illegal logging in and around the palm plantation of PT Prasetya Mitra Muda (PT PMM), in Gunung Mas district, Central Kalimantan province.

Criminal deforestation by PT PMM was initially exposed by JPIK and EIA in a November 2014 report – Permitting Crime – and was repeatedly reported to Indonesian officials since then. But on-going research and field investigations in 2016 and early 2017 reveal that the crimes continued while the Indonesian Government has failed to act.

Illegal acts still being perpetrated by PT PMM include continued clear-cutting inside its operation area after required permits expired and clear-cutting forests outside its licensed area.

During 2016, the timber from PT PMM’s illegal clear-cutting was certified as legal under Indonesia’s flagship Timber Legality Verification System (SVLK – Sistim Verifikasi Legalitas Kayu) by PT Inti Multima Sertifikasi (PT IMS), a certification body.

The same company also certified some of the 12 sawmills – many operating illegally – within PT PMM’s plantation, most of which are processing logs cut within and around PT PMM’s plantation, and taking advantage of woefully lax law enforcement in Gunung Mas district.

“Repeated complaints submitted by JPIK and EIA to the authorities have not stopped PT PMM’s illegal activities. While the police have failed to enforce the law, more forests are being cleared illegally,” said Dhio Teguh Ferdyan, a JPIK Campaigner.

“Compounding this impunity, dodgy auditors have failed to conduct due diligence on their clients and have certified these crimes as legal. Serious weaknesses in complaint handling within the SVLK system has also prevented accountability.”

EIA Forests Campaigner Audrey Versteegen said: “Impunity for illegal palm oil developments and compromised certifications are undermining key forestry reforms in Indonesia. The Government needs to revoke fraudulent SVLK certificates, enforce the law and penalise fraudulent certification bodies.”

JPIK and EIA’s report makes a range of recommendations to Indonesia’s Government, including investigating logging permits for palm oil plantation in Gunung Mas District and non-compliance with the SVLK by both timber producers and certification bodies.

 

Contacts

JPIK: Dhio Teguh Ferdyan: +62 81374139842; [email protected]

EIA: Audrey Versteegen: +44 2073547960; [email protected]

 

Editor’s Notes

1. JPIK is the Independent Forest Monitoring Network of Indonesia, agreed and declared on September 23, 2010. It now comprises 51 Non-Governmental Organisation members active across Indonesia, from Aceh to Papua. The establishment of JPIK is a commitment of Indonesia’ civil society to contribute actively towards better national forest governance.

2. The Environmental Investigation Agency (EIA) investigates and campaigns against environmental crime and abuses.

3. The SVLK (Sistim Verifikasi Legalitas Kayu /Timber Legality Verification System) was passed into law in 2009 and is a mandatory legality certification to be applied to all timber harvested, processed, traded and exported in Indonesia. JPIK is formally recognised as an Independent Monitor of the SVLK in Indonesia.

ends

 

 

Perusahaan sawit ilegal dan kekebalan hukum masih menggerogoti reformasi kayu di Indonesia

Bogor, 7 Juni 2017. Dalam laporan terbaru terungkap bahwa kayu yang ditebang secara ilegal di dalam dan di sekitar perkebunan kelapa sawit nakal, telah disertifikasi menjadi legal melalui skema sertifikasi Indonesia, meskipun Organisasi Non-pemerintah telah berkali-kali melapor kepada polisi, pejabat penegak hukum kehutanan, dan praktisi sertifikasi.

Laporan – Masih Perizinan Bagi Tindak Kriminal – dirilis hari ini oleh Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) dan organisasi yang berbasis di Inggris, Environmental Investigation Agency (EIA). Laporan ini mengekspos pembalakan liar yang terus terjadi di dalam dan sekitar perkebunan sawit PT Prasetya Mitra Muda (PT PMM), di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Tindak kejahatan deforestasi yang dilakukan PT PMM telah diungkap sebelumnya oleh JPIK dan EIA pada laporan – Perizinan Bagi Tindak Kriminal –  yang dirilis pada November 2014. Kejahatan tersebut juga telah berulang kali dilaporkan kepada pihak yang berwenang sejak laporan dirilis namun investigasi yang dilakukan pada 2016 dan 2017 mengungkap bahwa tindakan kriminal tersebut masih terus berlangsung dan pemerintah Indonesia telah gagal bertindak.

Tindakan ilegal masih dilakukan oleh PT PMM termasuk menebang di dalam area operasi meskipun izin mereka telah habis masa berlakunya, dan menebang hutan di luar area yang diizinkan.

Selama tahun 2016, kayu dari pembalakan liar yang dilakukan PT PMM disertifikasi sebagai kayu legal melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) oleh lembaga sertifikasi PT Inti Multima Sertifikasi (PT IMS).

Perusahaan yang sama juga telah memberikan sertifikat kepada beberapa dari 12 industri penggergajian kayu yang kebanyakan beroperasi secara ilegal di dalam perkebunan PT PMM. Kebanyakan industri tersebut memproses kayu yang ditebang di dalam dan sekitar perkebunan PT PMM dan memanfaatkan penegakan hukum yang sangat lemah di Kabupaten Gunung Mas.

“JPIK dan EIA telah berulang kali melaporkan dan menyampaikan keluhan pada pihak berwenang namun tetap tidak dapat menghentikan kegiatan ilegal PT PMM. Ketika polisi gagal menegakkan hukum, semakin banyak hutan yang ditebang secara ilegal”, kata Dhio Teguh Ferdyan, Juru Kampanye JPIK.

“Yang menambah parah kekebalan hukum ini, oknum auditor yang tidak terpercaya telah gagal melakukan uji kelayakan atas klien mereka, dan memberikan sertifikasi atas tindak kejahatan sebagai sesuatu yang legal. Kelemahan serius dalam penanganan keluhan dalam SVLK juga telah mencegah adanya akuntabilitas,” jelas Dhio

Juru Kampanye Hutan EIA, Audrey Versteegen mengatakan “Kekebalan hukum untuk pembangunan perusahaan sawit ilegal dan sertifikasi yang dikompromikan menggerogoti reformasi penting dalam sektor kehutanan di Indonesia. Pemerintah harus mencabut sertifikat SVLK yang didapat dengan curang, menegakkan hukum, dan memberi sanksi pada lembaga sertifikasi yang curang.”

Di dalam laporan JPIK dan EIA dicantumkan beberapa rekomendasi untuk pemerintah Indonesia, yaitu menginvestigasi izin penebangan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Gunung Mas, dan ketidakpatuhan terhadap SVLK baik oleh produsen kayu maupun lembaga sertifikasi.

 

Kontak untuk Wawancara

 JPIK: Dhio Teguh Ferdyan: +62 81374139842; [email protected]

EIA: Audrey Versteegen: +44 2073547960; [email protected]

 

 Catatan Editor

  • JPIK adalah Jaringan Independen Kehutanan Indonesia yang disetujui dan dideklarasikan pada 23 September 2010. Saat ini JPIK terdiri dari 51 Organisasi Non-pemerintah anggota aktif dari Aceh hingga Papua. Dibentuknya JPIK merupakan komitmen dari masyarakat sipil Indonesia untuk berkontribusi aktif menuju tata kelola kehutanan yang lebih baik.
  • Environmental Investigation Agency (EIA) merupakan organisasi independen yang didirikan pada 1984. EIA merupakan organisasi kampanye internasional yang berkomitmen untuk melakukan kerja investigasi dan mengekspos kejahatan lingkungan. EIA telah menginvestigasi pembalakan liar di Indonesia sejak tahun 1999.
  • Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), disahkan 2009, dan merupakan sertifikasi legalitas yang wajib untuk diaplikasikan terhadap semua kayu yang dipanen, diproses, diperdagangkan, dan diekspor di Indonesia. JPIK diakui secara resmi sebagai pemantau SVLK di Indonesia.

ends